Hidup ini terasa kurang. Ketika kurasakan teman2 sdh mulai terasa jauh. Kebanyakan mereka sudah mulai punya gandengan. Seakan memperlihatkan kemesraan di depan mataku yang masih terus sendiri menjalani hidup ini. Kuliah sudah mendekati penghujung akhir. Tugas Akhir (skripsi) sudah mulai kukerjakan untuk mengejar target lulus tahun ini. Namun semua target seakan tidak begitu memacu semangatku untuk segera menyelasaikannya.
Hingga pada suatu hari aku melihat-lihat buku wisuda saudaraku yang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta terkenal dikota itu. Aku tertarik pada foto sosok salah satu wisudawati. Wajahnya seakan wajah yang tidak asing bagiku, namanya Wdya Setiawati, dan alamatnya kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat kostku. Melalui telepon penerangan (108) aku mendapatkan telefon rumahnya.
Kuberanikan diri untuk menelepon. Dengan sedikit gemetar (maklum ini baru pertama kali aku bertindak nekat menghubungi cewek yang tidak kukenal) kutekan nomor telepon sesuai telepon rumahnya. Ternyata yang mengangkat kakaknya. Setelah kuutarakan maksudku untuk bicara dengan Widya, kakaknya memanggil Widya. “Hallo siapa nih ?” ucap Widya diseberang. Sedikit gugup aku menjawab, “ Aku Indra, temanmu,” sedikit bohong aku saat itu. “Indra yang mana, teman kuliah atau les,”. “Eh anu, teman lesmu,” jawabku. Ternyata si Widya baru mengikuti les bahasa Inggris sekitar 2 mingguan, jadi tidak begitu hafal nama-nama teman sekelasnya.
Setelah ngomong panjang lebar dan berbasa basi aku pamit untuk mengakhiri pembicaraan.
Ternyata Widya orangnya baik, cukup bersahabat. Mungkin dia belum menyadari bahwa aku membohonginya, mungkin dikiranya aku memang teman barunya di tempat les.
Keesokan harinya ku telepon lagi dia, tanggapannya masih belum berubah, baik dan sangat bersahabat. Aku ngobrol tentang banyak hal, mulai kuliah, tentang teman-teman dan sahabat kami, tentang hobby dll. Hingga pada suatu hari dia menyadari bahwa aku bukanlah teman lesnya. Sejak saat itu bertelepon dengannya tidak seakrab kemarin2. Dia menjawab semua perkataanku seminim mungkin. Dia sudah tidak bersahabat lagi. Akhirnya kuutarakan diri untuk bermain kerumahnya. Tapi dia menolak dengan seribu alasan, mungkin dia pikir aku ini orang nekat, belum kenal kok sudah berkunjung kerumah.
Tetapi aku tidak perduli, pada suatu malam aku nekat berkunjung kerumahnya. Dia kaget tidak menyangka. Tapi dengan niat tulus kuutarakan maksudku untuk menjadi sahabatnya. Praduga negative masih terlihat dari gelagatnya. Dengan ketulusan yang tidak kubuat-buat aku mencoba menggali sisi nuraninya untuk meyakinkan bahwa niatku memang benar-benar untuk menjadi sahabatnya. Akhirnya segala yang aku usahakan mendapatkan setitik harapan. Dia sudah mulai menganggapku teman.
Ternyata aku mendapati kenyataan yang begitu meresahkan. Widya merupakan kembang dikampusnya, dan juga bunga di tempat lesnya. Setiap malam minggu banyak pemuda-pemuda yang datang berkunjung, bagaikan kumbang mengerumuni bunga. Namun bunga ini bukan bunga biasa yang begitu saja menerima kehadiran kumbang untuk menghisap madunya. Dia hanya mempersilahkan para kumbang menghirup bau semerbak dari kelopak bunga tanpa bisa menyentuhnya. Begitu pula aku tidak bisa menggapai benang sari dari bunga tersebut.
Disaat bentang rindu sudah melambung tinggi, harapan sudah mengalir deras, bisikan nurani sudah mengiang merdu Secarik asa kuutarakan agar tergapai oleh sang pujaan jiwa. Dengan iringan alunan melody hasrat jiwa yang merona, kutancapkan panah asmara tepat mengenai jantung di lubuk suci hingga dia tak kuasa tuk tanggalkan segala sisa niat suciku.
Saat itulah kusadari, apa yang ada pada dirinya merupakan belahan dari jiwaku, sebagian dari tulang rusuknya merupakan belahan tulang rusukku. Hingga terbentanglah layar dalam mahligai cinta kami tuk mengarungi samudera, menantang gelombang, menempuh hidup baru sebagai sepasang merpati sehidup semati.
by: irdna
Hingga pada suatu hari aku melihat-lihat buku wisuda saudaraku yang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta terkenal dikota itu. Aku tertarik pada foto sosok salah satu wisudawati. Wajahnya seakan wajah yang tidak asing bagiku, namanya Wdya Setiawati, dan alamatnya kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat kostku. Melalui telepon penerangan (108) aku mendapatkan telefon rumahnya.
Kuberanikan diri untuk menelepon. Dengan sedikit gemetar (maklum ini baru pertama kali aku bertindak nekat menghubungi cewek yang tidak kukenal) kutekan nomor telepon sesuai telepon rumahnya. Ternyata yang mengangkat kakaknya. Setelah kuutarakan maksudku untuk bicara dengan Widya, kakaknya memanggil Widya. “Hallo siapa nih ?” ucap Widya diseberang. Sedikit gugup aku menjawab, “ Aku Indra, temanmu,” sedikit bohong aku saat itu. “Indra yang mana, teman kuliah atau les,”. “Eh anu, teman lesmu,” jawabku. Ternyata si Widya baru mengikuti les bahasa Inggris sekitar 2 mingguan, jadi tidak begitu hafal nama-nama teman sekelasnya.
Setelah ngomong panjang lebar dan berbasa basi aku pamit untuk mengakhiri pembicaraan.
Ternyata Widya orangnya baik, cukup bersahabat. Mungkin dia belum menyadari bahwa aku membohonginya, mungkin dikiranya aku memang teman barunya di tempat les.
Keesokan harinya ku telepon lagi dia, tanggapannya masih belum berubah, baik dan sangat bersahabat. Aku ngobrol tentang banyak hal, mulai kuliah, tentang teman-teman dan sahabat kami, tentang hobby dll. Hingga pada suatu hari dia menyadari bahwa aku bukanlah teman lesnya. Sejak saat itu bertelepon dengannya tidak seakrab kemarin2. Dia menjawab semua perkataanku seminim mungkin. Dia sudah tidak bersahabat lagi. Akhirnya kuutarakan diri untuk bermain kerumahnya. Tapi dia menolak dengan seribu alasan, mungkin dia pikir aku ini orang nekat, belum kenal kok sudah berkunjung kerumah.
Tetapi aku tidak perduli, pada suatu malam aku nekat berkunjung kerumahnya. Dia kaget tidak menyangka. Tapi dengan niat tulus kuutarakan maksudku untuk menjadi sahabatnya. Praduga negative masih terlihat dari gelagatnya. Dengan ketulusan yang tidak kubuat-buat aku mencoba menggali sisi nuraninya untuk meyakinkan bahwa niatku memang benar-benar untuk menjadi sahabatnya. Akhirnya segala yang aku usahakan mendapatkan setitik harapan. Dia sudah mulai menganggapku teman.
Ternyata aku mendapati kenyataan yang begitu meresahkan. Widya merupakan kembang dikampusnya, dan juga bunga di tempat lesnya. Setiap malam minggu banyak pemuda-pemuda yang datang berkunjung, bagaikan kumbang mengerumuni bunga. Namun bunga ini bukan bunga biasa yang begitu saja menerima kehadiran kumbang untuk menghisap madunya. Dia hanya mempersilahkan para kumbang menghirup bau semerbak dari kelopak bunga tanpa bisa menyentuhnya. Begitu pula aku tidak bisa menggapai benang sari dari bunga tersebut.
Disaat bentang rindu sudah melambung tinggi, harapan sudah mengalir deras, bisikan nurani sudah mengiang merdu Secarik asa kuutarakan agar tergapai oleh sang pujaan jiwa. Dengan iringan alunan melody hasrat jiwa yang merona, kutancapkan panah asmara tepat mengenai jantung di lubuk suci hingga dia tak kuasa tuk tanggalkan segala sisa niat suciku.
Saat itulah kusadari, apa yang ada pada dirinya merupakan belahan dari jiwaku, sebagian dari tulang rusuknya merupakan belahan tulang rusukku. Hingga terbentanglah layar dalam mahligai cinta kami tuk mengarungi samudera, menantang gelombang, menempuh hidup baru sebagai sepasang merpati sehidup semati.
by: irdna
apik Ndri ' pengalaman pribadimu yo...
BalasHapusapik ,ok siip..
BalasHapusok dek, siip tenan
BalasHapusbetul, that's a part of my love story
BalasHapusThanks to ur comments
oh, so sweet ... :)
BalasHapusmampir ke http://lovaddict.blogspot.com yaaa